I. ANALISIS TRANSAKSIONAL (BERNE)
A.
Konsep
Dasar, Pandangan, Analisis Transaksional Tentang Kepribadian
Analisis transaksional (TA) adalah merupakan teori kepribadian dan sistem
yang terorganisir dari terapi interaksional. Hal ini didasarkan pada anggapan
bahwa disaat kita membuat keputusan berdasarkan premis premis masa lalu yang
pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup kita tetapi yang
mungkin tidak lagi berlaku. TA menekankan aspek kognitif dan perilaku dari
proses terapeutik. Dalam TA ada tiga sekolah diakui klasik, Schiffian (atau
reparenting), dan redecisionaland dua sekolah tidak resmi diidentifikasi
sebagai reparenting diri dan korektif orangtua. Konsep utama analisis
transaksional Pada hakekatnya manusia adalah :
1)
Kehidupan
manusia bukanlah merupakan sesuatu yang telah ditentukan (anti deterministik).
2)
Manusia
mampu memahami keputusan-keputusannya pd masa lalu & kemudian dpt memilih
untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yg pernah diambil.
3)
Manusia
mempunyai kapasitas untuk memilih & dlm tingkat sesadaran tertentu indv dpt
menjadi mandiri dlm menghadapi persoalan hidupnya.
4)
Hekekat
manusia selalu ditempatkan dlm interaksi & interelasi sbg dasar
pertumtumbuhan dirinya.
Struktur
Kepribadian:
1) Kepribadian manusia terdiri dari 3
status ego : ego orang tua, ego orang dewasa dan ego anak
2) Ego orang tua : bagain dari
kepribadian yg menunjukkan sifat-sifat orang tua, berisi perintah (harus &
semestinya)
3) Ego dewasa : bagian dari kepribadian
yg objektif, stabil, tidak emosional, rasional, tidak menghakimi, berkerja
dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha untuk menggunakan
informasi yang tersdia untuk menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam
pemecahan berbagai masalah. Dalam status orang dewasa selalu akan berisi
hal-hal yang produktif, objektif, tegas, dan efektif dalam menghadapi kehidupan.
4) Ego anak : bagian dari kepribadian
yang menunjukkan ketidakstabilan, masih dalam perkembangan, berubah-ubah, ingin
tahu dan sebaginya. Ego Anak berisi perasaan-perasaan, dorongan-dorongan , dan
tindakan –tindakan spontan
B. Unsur - Unsur Terapi
1.
Muculnya
Gangguan.
·
Ego
state child
Pernyataan
ego dengan ciri kepribadian anak-anak seperti bersifat manja, riang, lincah dan
rewel. Tiga bagian dari ego state child ini ialah:
a)
Adapted
child (kekanak-kanakan). Unsur ini kurang baik ditampilkan saat komunikasi
karena banyak orang tidak menyukai dan hal ini menujukkan ketidak matangan
dalam sentuhan.
b)
Natural child (anak yang alamiah). Natural
child ini banyak disenangi oleh orang lain karena sifatnya yang alamiah dan
tidak dibuat-buat serta tidak berpura-pura, dan kebanyakan orang senang pada
saat terjadinya transaksi.
c)
Little
professor. Unsur ini ditampilkan oleh seseorang untuk membuat suasana riang
gembira dan menyenangkan padahal apapun yang dilakukannya itu tidaklah menunjukkan
kebenaran.
·
Ego
state parent
Ciri
kepribadian yang diwarnai oleh siafat banyak menasehati, memerintah dan
menunjukkan kekuasaannya. Ego state parent ini terbagi dua yaitu:
a)
Critical
parent. Bagian ini dinilai sebagai bagian kepriadian yang kurang baik, seperti menujukkan
sifat judes, cerewet, dll.
b)
Nurturing
parent. Penampilan ego state seperti ini baik seperti merawat dan lain sebagianya.
·
Ego
state adult
Berorientasi
kepada fakta dan selalu diwarnai pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana.
2. Tujuan Terapi
Tujuan dari analisis transaksional adalah otonomi, yang didefinisikan
sebagai kesadaran, spontanitas, dan kapasitas untuk keintiman.
Tujuan dasar analisis transaksional adalah membantu klien dalam membuat
putusan – putusan baru yang menyangkut tingkah lakunya sekarang dan arah
hidupnya. Sasarannya adalah mendorong klien agar menyadari bahwa kebebasan
dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh putusan – putusan dini mengenai
posisi hidupnya dan oleh pilihan terhadap cara – cara hidup yang mandul dan
diterministik.
Menurut Lutfi Fauzan, tujuan terapi analisis transaksional dapat dibagi
menjadi tujuan umum dan tujuan khusus :
·
Tujuan
umum terapi analisis transaksional ialah membantu individu mencapai otonomi.
Individu dikatakan mencapai otonomi bilamana ia memliki Kesadaran, Spontanitas,
Keakraban.
·
Tujuan
khusus terapi analisis transaksional, yaitu :
-
Terapis
membantu klien membebankan Status Ego Dewasanya dari kontaminasi dan pengaruh
negatif Status Ego Anak dan Status Ego Orang tua.
-
Terapis
membantu klien menetapkan kebebasan untuk membuat pilihan-pilihan terlepas dari
perintah-perintah orang tua.
-
Terapis
membantu klien untuk menggunakan semua status egonya secara tepat.
-
Terapis
membantu klien untuk mengubah keputusan-keputusan yang mengarah pada posisi
kehidupan “orang kalah”.
3. Peran Terapis
Peran terapis, seperti seseorang guru, pelatih atau narasumber dengan
penekana yang kuat pada keterlibatannya. Sebagai guru, terapis menerangkan
konsep-konsep seperti analisis struktual, analaisi transaksional, analisis
skenario dan analisis permainan..
Menurut Corey (1988) peranan terapis yaitu membantu klien untuk menemukan
suasana masa lalu, mengidentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan
strategi-strategi yang telah dipergunakannya dalam menghadapi orang lain yang
sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh
kesadaran yang lebih realitas dan mencari alternatif-alternatif untuk menjalani
kehidupan yang lebih otonom.
Tugas terapis adalah menggunakan pengetahuannya untuk mendukung klien
dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai oleh
kilen.
C. Teknik Terapi Analisis Transaksional
Menurut Corey secara umum teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan
dalam terapi analisis transaksional, yaitu:
-
Permission
(pemberian kesempatan), dalam proses terapi, pemberian kesempatan ini diberikan
kepada kilen agar dapat menggunakan waktunya secara efektif tanpa melakukan
ritual pengunduran diri mengalami semua status ego yang biasanya dilakukan
dengan mendorong klin menggunakan kemampuan Status Ego Dewasa untuk menikmati
kehidupan tidak memainkan permainan dengan cara tidak membiarkan klien
memainkannya.
-
Protection
(proteksi), klien mungkin akan merasa ketakutan setelah ia menerima kesempatan
untuk menghentikan perintah-perintah orang tua dan menggunakan Status Ego
Dewasa dan Status Ego Anak.
-
Potency
(potensi), maksudnya seorang terapis tahu apa yang akan dilakukan dan kapan
melakukannya. Oleh karena itu kemampuan terapis terletak pada keahliannya,
sehingga keterampilan tersebut efektif secara optimal.
Menurut Berne ada beberapa teknik khusus yang dapat dipakai dalam proses
terapi, yaitu: interogasi, spesifikasi, konfrontasi, eksplanasi, illustrasi,
konfirmasi, interprestasi, kristalisasi.
II. RATIONAL EMOTIVE THERAPY (ELLIS)
A. Konsep Dasar, Pandangan, Rational Emotive Therapy Tentang Kepeibadian
Rational Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai dikembangan di
Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan Ahli dalam
Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga seorang Neo
Freudian. Teori ini dikembangkanya ketika ia dalam praktek terapi mendapatkan
bahwa sistem psikoanalisis ini mempunyai kelemahan-kelemahan secara teoritis
(Ellis, 1974).
Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berfikir dan emosi
buka dua proses yang terpisah. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran.
Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap
dan kognitif yang intrinsik. Pandangan pendekatan rasional emotif tentang
kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis yaitu ada
tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, diantaranya:
·
Antecedent
event (A)
Merupakan segenap
peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang
berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu
keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan
antecendent event bagi seseorang.
·
Belief
(B)
Merupakan keyakinan,
pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational
belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB).
Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang
tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang
tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah,
tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
·
Emotional
consequence (C)
Merupakan konsekuensi
emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau
hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
B. Unsur - Unsur Terapi
1.
Munculnya
Gangguan
Masalah yang dihadapi klien dalam pendekatan Konseling Rasional-Emotife itu
muncul disebabkan karena ketidaklogisan klien dalam berfikir. ketidaklogisan
berpikir ini selalu berkaitan dan bahkan menimbulkan hambatan gangguanatau
kesulitan emotional dalam melihat dan menafsirkan objek atau fakta yang
dihadapinya.
Menurut konseling rational emotif ini, individu merasa dicela, diejek dan
tidak diacuhkan oleh individu lain kerena ia memiliki keyakinan dan berpikir
bahwa individu lain itu mencela dan tidak mengacuhkan dirinya.
2. Tujuan Terapi
Tujuan utama
konseling rasional-emotif adalah sebagai berikut:
-
Memperbaiki
dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien
dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualization-nya seoptimal mungkin
melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
-
Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Sebagai
konseling dari cara berfikir keyakinan yang keliru berusaha menghilangkan
dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan
hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan nilai-nilai dan kemampuan
diri sendiri.
3. Peran Terapis
Tugas konselor adalah membantu individu yang tidak bahagia dan menghadapi
hambatan, untuk menunjukkan bahwa kesulitannya disebabkan oleh persepsi yang
terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis dan usaha memperbaikinya adalah
harus kembali kepada sebab-sebab permulaan. Konselor yang efektif akan membantu
klien untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang tidak logis.
Peran terapis
dalam metode RET dalam terapi ini adalah sebagai berikut:
-
Aktif,
yaitu berbicara, mengkonfrontasikan (yang irrasional), menafsirkan, menyerang
falsafah yang menyalahkan diri.
-
Direktif,
yaitu menerangkan ketidakrasionalan yang dialami dan yang ditunjukkan oleh
klien baik berupa tingkah laku verbal, maupun sikapnya yang terlihat, juga
mengajari klien untuk menggunakan metode-metode perilaku misalnya desentisasi
dan latihan asertif.
C. Teknik Terapi Rational Emotive Therapy
·
Teknik
Emotif (afektif)
a)
Teknik
Assertive Training , yaitu teknik yang digunakan untuk melatih, medorong dan
membiasakan klien untuk terus menerus menyesuaikan diri dengan perilaku
tertentu yang diinginkan
b)
Teknik
sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan (perasaan negatif) melalui suasana yang didramatisasikan
c)
Teknik
self modeling atau diri sebagai model, yakni teknik yang digunakan untuk
meminta klien agar berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk
menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
d)
Teknik
imitasi, yakni teknik yang digunakan dimana klien diminta untuk menirukn secara
terus menerus soal model perilaku tertentu dengan maksud menhadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
·
Teknik
Behavioristik
a)
Teknik
reinforcement atau penguatan, yaitu teknik yang digunakan untuk mendorong klien
kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian
verbal (reward) ataupun punishment/ hukuman.
b)
Teknik
social modeling atau penguatan modeling, yakni teknik yang digunakan untuk
memberikan perilaku-perilaku baru kepada klien.
c)
Teknik
live models/ model dari kehidupan nyata, yang digunakan untuk menggambarkan
perilaku tertentu.
·
Teknik-Teknik
Kognitif
a) Home work assigments/ pemberian tugas
rumah , klien diberikan tugas rumah untuk berlatih, membiasakan diri serta
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menurut pola perilaku yang
diharapkan.
b) Teknik Assertive , teknik yang
digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku
tertentu yang diharapkan melalui role playing atau bermain peran.
III. TERAPI PERILAKU (BEHAVIOR THERAPY)
A. Konsep Dasar, Pandangan, Perilaku
Tentang Kepribadian
Terapi behavioral atau terapi perilaku berasal dari dua konsep yakni dari
Ivan Pavlov dan B.F. Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe
(1985) untuk menanggulangi (treatment) neurosis.
Terapi perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigma belajar yang
ditatpkan secara eksperimental untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam
prakteknya, terapi perilaku adalah penekanan pada analisis perilaku untuk
menguji secara sistematik hipotesis mana terapi didasarkan.
B. Unsur - Unsur Terapi
1.
Munculnya
Gangguan
Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan
behavioristik, pendekatan ini menganggap
bahwa “Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial
budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari”. Ini merupakan anggapan
dari behavioristik radikal. Namun behavioristik yang lain yaitu behavioristik
kontemporer, yang merupakan perkembangan dari behavioristik radikal menganggap
bahwa setiap individu sebenarnya memiliki potensi untuk memilih apa yang
dipelajarinya. Ini bertentangan dengan prinsip behavioris yang radikal, yang
menyingkirkan kemungkinan individu menentukan diri.
2. Tujuan Terapi
-
Mengubah
perilaku yang tidak sesuai pada klien
-
Membantu
klien belajar dalam proses pengambilan keputusan secara lebih efisien.
-
Mencegah
munculnya masalah di kemudian hari.
-
Memecahkan
masalah perilaku khusus yang diminta oleh klien.
-
Mencapai
perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam kegiatan kehidupannya.
3. Peran Terapis
Menurut Corey (1996) terapis dalam
memegang peranan aktif dan direktif dalam pelaksanaan proses terapi.
Dalam hal ini terapis harus mencari pemecahan masalah klien. Fungsi utama terapis
adalah bertindak sebagai guru, pengarah, penasihat, konsultan, pemberi
dukungan, fasilitator, dan mendiagnosis tingkah laku maladaptif klien dan
mengubahnya menjadi tingkah laku adaptif. Terapis pada behavior therapy
memperhatikan tanda-tanda apapun yang diberikan klien, dan mereka bersedia
untuk mengikuti prosedur terapi.
Fungsi penting terapis lainnya adalah sebagai role model bagi klien.
Bandura (dalam Corey, 1996) mengatakan kebanyakan belajar itu terjadi melalui
pengalaman langsung. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa proses fundamental yang
paling memungkinkan klien dapat mempelajari tingkah laku baru adalah melalui
proses imitasi. Terapis dijadikan model pribadi yang ingin ditiru oleh klien
karena cenderung memandang terapis sebagai orang yang patut untuk diteladani.
Klien sering kali meniru sikap, nilai dan tingkah laku terapis. Untuk itulah,
seorang terapis diharapkan menyadari perannya yang begitu penting dalam terapi
sehingga tidak memunculkan perilaku yang tidak semstinya untuk ditiru.
C. Teknik - Teknik Terapi Perilaku
Terapis menggunakan teknik seperti summarizing, reflection, klarifikasi,
dan pertanyaan terbuka. Goldfried dan Davidson (dalam Corey, 1996) mengatakan
bahwa, akan tetapi terdapat dua fungsi yang membedakan klinisi behavioral:
mereka fokus pada hal-hal spesifik, dan mereka secara sistematis berusaha untuk
mendapatkan informasi tentang situasi antecedents, dimensi dari masalah-masalah
perilaku, dan konsekuensi dari masalah.